Stranded in Aceh
24 Apr
Ya’ahowu …
The words that we will hear when we arrived at Tano Niha (Nias). As a remote area, we probably never look at one of the outer islands of Indonesia. But, since world biggest disaster in the year 2005, a lot of people and institutions come to this island. Physical development grew rapidly. Facilities and infrastructure that has not been able to be built by the local government can (now) be built with the help of various Donor both domestic and international founding. Unfortunately, physical development was not aligned with public knowledge about natural resource preservation.
I have passed the road between South Nias and Nias twice, on January and May 2007. From both visit, I noticed one thing that is ironic. I saw excavation pile underneath the hazard warning sign that informs about the mining. I do not know whether this sign only considered as decorations or the villagers were illiterate. Along this road, we can see children help their parents carrying the materials from the excavation or play while accompany their parents working for the excavation.
My last trip in November 2007 aroused my desire to spread this information to people who care about the environment because I saw that the activities is becomes bigger environment destruction. from 3 warning sign that I see from the previous journey, There are only 1 warning sign left. And still the excavation pile underneath the warning sign. They even rent the heavy equipment to do the excavation. And it caused erosion along the road between Nias to Teluk Dalam. But I don’t have specific data about the accidents due to this road erosion. I really hope this anthropocentric development can be stopped. And suggested that every construction and development program should mainstreaming by the natural resource preservation. Tano Niha Niomasiõgu (I Love Nias Island)
Ya’ahowu…
Kata-kata itu yang akan kita dengar sebagai penyambutan saat kita tiba di Tano Niha (Nias). Memang tidak banyak orang indonesia yang mengenal Nias. Bahkan mungkin tidak pernah terpikir oleh kita untuk melirik pulau terluar Indonesia ini. Pulau yang kaya akan sumber daya alam ini terkena gempa tahun 2005. Semenjak itu banyak orang dan lembaga yang datang ke pulau ini. Pembangunan fisiknya pun tumbuh dengan cepat. Sarana dan prasarana yang selama ini tidak sanggup dibangun oleh biaya pemerintah daerah sekarang dapat dibangun dengan mengalirnya bantuan dari berbagai Lembaga Donor baik dalam negeri dan luar negeri. Sayangnya pembangunan tersebut tidak diimbangi dengan pengetahuan masyarakat mengenai pemeliharaan sumber daya alam.
Pertama saya melewati jalan antara Nias-Nias Selatan ini adalah bulan Januari 2007, kemudian saya bulan Mei 2007. Dari kedua kunjungan ini saya melihat satu hal yang ironis bahwa dibawah papan yang menginformasikan mengenai larangan galian C ini justru terdapat tumpukan galian C di bawahnya. Saya tidak mengerti apakah tulisan ini hanya dianggap hiasan atau penduduk yang tidak dapat membaca. Di pemukiman penduduk sepanjang jalan ini bahkan menumpuk galian C karena sebagian besar mereka mendapatkan penghasilan dari sini. Dapat juga dilihat anak-anak yang turut membantu orang tuanya mengangkut galian C atau sekedar duduk-duduk menemani orang tuanya yang sedang bekerja di galian C tersebut.
Perjalanan terakhir saya bulan November 2007 membangkitkan keinginan saya menyebarkan informasi ini ke semua teman yang peduli akan lingkungan karena saya melihat bahwa semakin hari kegiatan pengrusakan ini semakin menjadi. Dari 3 papan larangan galian C yang sebelumnya saya lihat di jalan ini sekarang hanya tersisa 1 papan dan tentu saja tumpukan galian C di bawahnya tidak ketinggalan. Bahkan sekarang mereka mengangkutnya dengan bantuan alat berat berupa beku. Perilaku ini lah yang menyebabkan jalan sepanjang nias-nias selatan ini longsor. Separuh lebar jalan ini berlubang karena longsor. Namun saya belum mendapatkan data mengenai jumlah kecelakaan akibat longsor ini. Saya sangat berharap pembangunan yang antroposentris ini dapat segera dihentikan dengan pembelajaran lingkungan hidup yang seharusnya terlebih dahulu dilakukan oleh lembaga donor yang mengaku mau membangun di sini.
Tano Niha Niomasiõgu Pulau Nias yang Kucintai